Jos889 News - Terminal Kampung Rambutan, yang merupakan salah satu terminal bus utama di Jakarta, dikenal sebagai titik transit penting bagi ribuan penumpang setiap harinya. Namun, dalam beberapa bulan terakhir, suasana di terminal ini semakin dipenuhi ketegangan akibat aksi premanisme yang meresahkan. Fenomena ini telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan penumpang, terutama mereka yang baru pertama kali mengunjungi terminal tersebut.

Setiap pagi, ribuan penumpang datang dari berbagai daerah untuk melanjutkan perjalanan ke berbagai kota. Namun, di tengah keramaian itu, sekelompok orang yang tampak mencolok karena pakaian serba hitam dan tatapan tajam mulai melakukan aksi mereka. Mereka, yang sering disebut sebagai preman, berkeliling di antara para penumpang dengan sikap intimidatif. Mereka tidak segan-segan mendekati orang-orang yang sedang menunggu bus dan meminta uang, sering kali dengan nada yang mengancam.

Budi, seorang penumpang yang baru saja tiba dari luar kota, menjadi salah satu korban dari aksi premanisme ini. Saat ia sedang menunggu bus, tiba-tiba seorang preman mendekatinya dan meminta sejumlah uang dengan dalih untuk “keamanan” penumpang. Dalam keadaan tertekan, Budi merasa terpaksa menyerahkan sejumlah uang meskipun ia tidak merasa nyaman melakukannya. Setelah memberikan uang, preman tersebut masih mengawasi Budi dengan tatapan tajam, seolah memastikan bahwa ia tidak melapor kepada pihak berwenang.

Aksi ini tidak hanya terjadi pada penumpang individu. Premanisme juga merambah ke area parkir, di mana mereka mulai memaksa supir-supir angkutan umum untuk membayar sejumlah uang “parkir” yang tidak resmi. Para supir yang ketakutan akan ancaman atau tindakan kekerasan sering kali memilih untuk membayar, meskipun mereka tahu bahwa tindakan tersebut adalah bentuk pemerasan yang ilegal. Situasi ini menciptakan suasana yang tidak aman dan menambah beban finansial bagi para supir.

Warga sekitar yang mengetahui kejadian ini merasa prihatin. Beberapa di antara mereka mencoba memberikan informasi kepada pihak berwenang, namun respons yang diterima sering kali tidak memuaskan. Pihak keamanan yang ditugaskan di terminal tampaknya kurang sigap menangani masalah ini. Ketidakpastian tersebut semakin memperburuk kondisi, membuat preman semakin percaya diri melakukan aksi mereka.

Ketika malam tiba, situasi di Terminal Kampung Rambutan semakin mencekam. Dengan minimnya pencahayaan dan keramaian yang berkurang, preman mulai beraksi lebih leluasa. Penumpang yang tertinggal menunggu bus terakhir sering kali menjadi sasaran empuk, dan ketakutan mulai menyelimuti mereka. Beberapa penumpang terpaksa memilih untuk menunggu di dalam kendaraan mereka, meskipun mereka tahu itu bukan solusi jangka panjang.

Kekhawatiran penumpang pun semakin meningkat, dan beberapa mulai memilih untuk menggunakan moda transportasi alternatif meskipun jaraknya lebih jauh. Fenomena ini memengaruhi bisnis di terminal, karena penumpang yang seharusnya menggunakan jasa bus menjadi enggan untuk datang ke terminal. Para pedagang kecil yang mengandalkan penumpang sebagai konsumen juga merasakan dampak negatif dari situasi ini.

Siklus ketidakamanan ini memicu seruan dari berbagai elemen masyarakat, termasuk LSM dan aktivis sosial, untuk segera mengambil tindakan. Mereka mengorganisir aksi protes, menuntut pihak berwenang untuk lebih serius dalam menangani masalah premanisme di terminal. Selain itu, mereka juga menyerukan perlunya peningkatan sistem keamanan, seperti pemasangan kamera pengawas dan peningkatan jumlah petugas keamanan di area terminal.

Dalam suasana yang semakin mencekam ini, harapan muncul ketika pihak kepolisian akhirnya mulai mengambil langkah-langkah untuk menanggulangi aksi premanisme. Operasi penertiban dilakukan secara berkala, dan para preman yang tertangkap mulai diadili. Meskipun upaya ini belum sepenuhnya menghilangkan premanisme di Terminal Kampung Rambutan, namun setidaknya memberikan harapan bagi penumpang bahwa mereka bisa kembali merasa aman saat menggunakan terminal tersebut.

Dengan demikian, aksi premanisme yang meresahkan di Terminal Kampung Rambutan menjadi cerminan dari masalah yang lebih besar dalam masyarakat, yakni perlunya perhatian serius terhadap keamanan publik dan penegakan hukum yang adil. Hanya dengan kolaborasi antara masyarakat, pihak berwenang, dan lembaga terkait, situasi ini dapat diperbaiki demi menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi semua.