Jos889 News - Suasana di penjara itu terasa mencekam, namun ada nuansa haru yang menyelimuti ruangan tempat pertemuan. Seorang ibu berdiri di depan jeruji besi, menunggu dengan hati berdebar. Wajahnya penuh kerinduan dan harapan. Di seberang jeruji, seorang remaja, buah hati yang telah lama terpisah darinya, muncul perlahan. Ketika mata mereka bertemu, seolah waktu terhenti, dan semua kesedihan yang dirasakan selama ini mendadak menguap.

Ibu itu merasakan air mata hangat mengalir di pipinya. Rindunya pada anaknya, yang sudah terpisah selama beberapa tahun, seakan tak tertahankan. Dia mengulurkan tangan, tetapi jeruji besi menjadi penghalang. Dia tersenyum, meskipun senyumnya menyimpan duka. “Anakku, aku merindukanmu,” katanya dengan suara bergetar.

Anak itu, awalnya terlihat ragu, tetapi kemudian mengangguk. Dia berusaha tersenyum, meskipun matanya tampak menyimpan beban yang berat. “Aku juga, Bu. Aku sering memikirkan Mama,” jawabnya pelan. Dalam hitungan detik, mereka berbagi cerita tentang kehidupan masing-masing—ibu yang berjuang di luar dan anak yang berusaha bertahan di dalam.

Ibu itu mulai berbicara tentang harapan dan impiannya untuk masa depan. Dia menceritakan bagaimana dia berusaha memperbaiki hidup mereka, berharap bisa membawa anaknya kembali ke rumah suatu hari nanti. Setiap kata yang diucapkan dipenuhi kasih sayang dan keteguhan. Dia berusaha memberikan semangat kepada anaknya, menyampaikan betapa pentingnya untuk tetap kuat dan tidak menyerah.

Anak itu mendengarkan dengan seksama, terpesona oleh cinta dan pengorbanan ibunya. Dia tahu bahwa meskipun mereka terpisah oleh jeruji besi, cinta di antara mereka tetap tidak bisa dipisahkan. Perlahan, anak itu mulai berbagi perasaannya, menyampaikan rasa kesepian dan penyesalan yang menggerogoti hatinya. Ibu itu mendengarkan dengan penuh empati, merasakan setiap patah kata yang keluar dari mulut anaknya.

Setelah beberapa saat, pertemuan itu hampir berakhir. Waktu terasa terlalu singkat, dan mereka berdua tahu bahwa saat-saat indah ini akan segera berlalu. Ibu itu menatap anaknya dengan penuh cinta, berusaha mengingat setiap detail tentangnya. “Ingat, Nak, kamu tidak sendirian. Mama akan selalu ada untukmu,” ujarnya dengan penuh keyakinan.

Saat pengawal penjara memanggil untuk mengakhiri pertemuan, ibu itu menahan rasa haru yang ingin menguasainya. Dia berjanji akan datang lagi, dan anaknya berjanji untuk tetap berjuang. Ketika mereka saling melepaskan pandangan, ada perasaan campur aduk—haru, harapan, dan cinta yang tak akan pernah pudar, meskipun terpisah oleh jeruji besi.